BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
1.
Politik
Secara umum
dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau
Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan
bagaimana melaksanakan tujuannya. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu
wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
2.
Psikologi SosiaL
Psikologi sosial
merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari
ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Dari
berbagai pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian psikologi sosial dapat
disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman
dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian dari politik dan
psikologi sosial ?
2.
Bagaimana perkembangan ilmu politik dan
psikologi anak dalam kehidupan sosial ?
3.
Bagaimanakah fase perkembangan ilmu
Antropologi ?
4.
Apa konsep dasar dari antropoligi ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Untuk mengetahui tentang politik
dan Psikologi sosial
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
1.
Politik
Secara
etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau
negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti
warganegara,politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara,
politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan.
Aristoteles
(384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata
politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon.
Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah
politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan
hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan
tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan
posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi,
dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Aristoteles
berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk
kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang
lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk
memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata
politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim
dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan
unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision
making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi
(allocation).
2.
Psikologi Sosial
Akar psikologi
sosial di letakkan di akhir 1800an, ketika psikologi sebagai suatu disiplin
yang berkembang di Eropa. Ketika Perang Dunia Pertama banyak psikolog melaju ke
Amerika Serikat, psikologi sosial mulai muncul sebagai suatu disiplin yang
berbeda di tahun 1920. Salah satu pengaruh utama di lapangan adalah Kurt Lewin,
yang disebut “bapak” psikologi sosial oleh beberapa orang; lain psikolog sosial
terkenal termasuk Zimbardo, Asch, Milgram, Festinger, Ross, dan Mischel.
B.
PERKEMBANGAN
ILMU POLITIK DAN PSIKOLOGIANAK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
Perkembangan
Ilmu Politik. Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang
ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan
pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas
masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara
yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik
menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan.
Ilmu
politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada
masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang
pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan
substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20
karena ilmu politik mendapatkan karakteristik tersendiri.
Ilmu
politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M.
seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa
pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya
tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan
Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara
filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.).
Di
Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya
Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di
Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran
Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.
Di
Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan
ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya
berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat
pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.
Di
Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk
membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada
pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan
perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat
mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat,
dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada
1904.
Perkembangan
ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, misalnya di
Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun
penelitian tentang negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di
Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di
Universitas Riau. Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju
pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai
diterima oleh masyarakat.
Di
negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat,
dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu
politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan
yang tengah berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional.
Perkembangan
ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan internasional,
seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan terminologi dalam
ilmu politik, maka UNESCO pada tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik
di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis,
dan menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948.
Selanjutnya
UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup
kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko,
dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi
di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School
of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of
Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa
ilmu sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan
tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan
mempertemukan pandangan yang berbeda-beda.
Pada
masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan
dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu
politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang
ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah
dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang
politik.
C.
FASE-FASE
PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
1.
Fase Pertama
Sekitar abad
ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia.
Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya
mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku
yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala
sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri
fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut.
Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi
itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad
ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa
dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha
untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
2.
Fase Kedua
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah
disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat
pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan
dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa
sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai
bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh
pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3.
fase Ketiga (Awal Abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba
membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika.
Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti
serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok
bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara
Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya.
Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku
bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk
kepentingan pemerintah kolonial.
4.
Fase Keepat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat.
Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang
akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di
Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan
manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran
total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan
kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada saat itu juga, muncul semangat
nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu
penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak
masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah
menjajah mereka selama bertahun-tahun.
D.
KONSEP
ANTROPOLOGI
Seperti telah
dikemukakan terdahulu, kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam
konteks sosialnya, meliputi berbagai aspek. Salah satu aspek yang bermakna
dalam kehidupan manusia yang juga mencirikan kemajuannya adalah kebudayaan.
Kebudayaan, akar katanya dari buddayah, bentuk jamak dari Buddhi yang berarti
budi dan akal. Kata buddhayah atau buddhi itu berasal dari bahasa sansekerta.
Dengan demikian, kebudayaan itu dapat diartikan sebagai hal-hal yang
berhubungan dengan budi atau akal.
Mengenai kebudayaan ini,dapat disimak
dari beberapa konsep dari beberapa pakar antara lain C.A Ellwood mengungkapkan
:
Kebudayaan adalah norma
kolektif semua pola prilaku ditransparansikan secara sosial melalui
simbol-simbol, dari sini tiap unsur semua kemampuan kelompok umat manusia yang
karakteristik, yang tidak hanya meliputi bahasa, peralatan, industri, seni,
ilmu, hukum, pemerintahan, moral, dan keyakinan-keyakinan saja, melainkan
meliputi juga peralatan material atau artefak yang merupakan penjelmaam
kemampuan budaya yang menghasilkan pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk
bangunan, senjata, mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dsb. Tidak ada
kelompok umat manusia yang memiliki maupun yang tidak memiliki bahasa, tradisi,
kebiasaan, dan kelembagaan. Kebudayaan itu bersifat universal yang merupakan
ciri yang berkarakteristik masyarakat manusia.
Konsep yang dikemukakan
oleh Ellwood diatas sangat jelas dan gamblang bahwa kebudayaan itu hanya
menjadi milik otentik manusia. Dari konsep tadi, tercermin pula konsep-konsep
dasar antropologi yang melekat pada kehidupan manusia. Namun demikian,
konsep-konsep dasar itu akan diketengahkan kembali secara lebih lengkap. Konsep-konsep
dasar itu meliputi :
1. Kebudayaan
2. Tradisi
3. Pengetahuan
4. Ilmu
5. Teknologi
6. Norma
7. Lembaga
8. Seni
9. Bahasa
10. Lambang
Tradisi adalah
kebiasaan-kebiasaan yang terpolakan secara budaya dimasyarakat. Kebiasaan yang
dikonsepkan sebagai tradisi ini karena telah berlangsung secara turun-temurun,
sukar untuk terlepas dari masyarakat. Namun demikian, karena pengaruh
komunikasi dan informasi yang terus-menerus melanda kehidupan masyarakat,
tradisi tadi mengalami pergeseran. Paling tidak berubah bila dibandingkan
dengan maksud semula dalam konteks budaya masa lampau. Tata upacara tertentu di
masyarakat yang semula bernilai ritual kepercayaan, pada saat ini tata upacara
itu masih dilakukan, namun nilainya tidak lagi sebagai suatu bentuk ritual,
melainkan hanya dalam upaya untuk mempertahankan silaturrahmi, bahkan hanya sebagai
hiburan.
Dalam lingkup
antropologi dan kebudayaan, pengetahuan, ilmu dan teknologi merupakan konsep
dasar yang terkait dengan budaya belajar. Tiga konsep dasartersebut saat ini
biasa dijadikan satu sebagai IPTEK. Penyatuan tiga konsep tersebut sangat
beralasan, karena ketiganya sangat srat satu sama lain. jika pengetahuan
merupakan kumulasi dari pengalaman dan hal-hal yang kita ketahui, sedangkan
ilmu merupakan pengetahuan yang telah tersistematisasikan (tersusun) yang
berkarakter tertentu sesuai dengan objek tertentu sesuai dangan objek yang
dipelajari, ruang lingkup telaahnya, dan metode yang dikembangkan serta
diterapkannya. Pengetahuan yang menjadi bidang ilmu, sifatnya masih acak.
Adapun penerapan ilmu dalam kehidupan untuk memanfaatkan sember daya bagi
kepentingan manusia, itulah yang disebut teknologi. Dengan mengetahui kondisi
tiap kelompok masyarakat termasuk tradisi, kebiasaan dan kemampuan IPTEKnya,
kita semua akan mampu memahami dan menghargai keadaan masyarakat yang
bagaimanapun dan dimanapun.
Konsep lain yang
memegang peranan kunci dalam kehidupan masyarakat dan budaya adlah nilai serta
norma. Nilai dan norma sangat erat kaitannya , namun demikian memiliki
perbedaan yang mendasar. Dalam alam fikiran manusia sebagai anggota masyrakat
melekat apa yang di katakana baik dan buruk, sopan dan tidak sopan, tepat dan
tidak tepat, salah dan benar dan sebagainya. Hal itu semua merupakan nilai yang
mengatur , membatasi, dan menjaga keserasian hidup bermasyarakat orang yang
tidak sopan dengan orang tua, orang yang di tuakan dan orang yang lebih tua ,
di katakana bahwa orang yang bersangkutan tidak tahu nilai. Dalam tindakan,
perilaku dan perbuatan, seseorang selalu sesuai dengan tradisi, kebiasaan dan
aturan-aturan yang berlaku. Orang tersebut dikatakan mengetahui nilai dan
berpegang pada nilai yang berlaku. Sedangkan norma, lebih mengarah pada ukuran
dan aturan kehidupan yang berlaku di masyarakat.
Selanjutnya,
Koentjaraningrat mencontohkan juga pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
kekerabatan yaitu perkawinan, tolong-menolong, sopan santun, pergaulan antar
kerabat dan sebangsanya. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
matapencaharian , yaitu pertanian, peternakan, industry, perdagangan dsb.
Bahasa sebagai suatu
konsep dasar, memiliki pengertian konotatif yang luas. Bahsa sebagai suatu
konsep, bukan hanya merupakan suatu rangkaian kalimat tertulis atupun lisan,
melainkan pengertiannya itu lebih jauh dari pada hanya sekedar rangkaian
kalimat. Bahasa sebagai suatu konsep, meliputi pengertian sebagai bahasa anak,
remaja, bahasa orang dewasa, bahasa bisnis dsb. Namun demikian, makna dan
nialai bahasa sebagai suatu konsep terletak pada kedudukannya sebagai alat
mengungkapkan perasaan, fikiran dan komunikasi dengan pihak atau orang lain.
Bahasa merupakn alat untuk saling mengerti bagi berbagai pihak sehingga mampu
mengembangkan hidup dan kehidupan ketingkat atu taraf yang lebih sejahtera.
Tidak justru menjadi alat untuk menyengsarakan masyarakat.
Konsep dasar
antropologi juga membicarakan lambang sebagai konsep dasar. Sesungguhnya,
bahasa itu juga merupakan lambang bagi kita manusia, di mana ungkapan bahasa
mencirikan bangsa, Pada ungkapan itu tercermin bahwa bahasa menjadi lambang
bagi suatu bangsa. Hal tersebut dapat di tafsirkan bahwa bangsa yang bahasa dan
tutur katanya baik, mencerminkan bahwa bngsa tersebut juga termasuk bangsa yang
baik. Lambang-lambang selanjutnya seperti, bendera bagi suatu bangsa, tanda
pangkat dan tanda jabatan bagi suatu angkatan, monument bagi suatu kelompok
masyarakat atau bangsa. Semua itu mempunyai makna masing-masing. Contoh
mengenai tanda pangkat dan jabatan, nilainya itu tidak terletak pada terbuat
dari napa tanda tersebut, melainkan melambangkan kepemimpinan, kewibawaan,
kehormatan atau penghargaan. Demikianlah makna lambang dalam kehidupan
berbudaya dan bermasyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kata-kata kunci dalam
pembahasan antropologi, sebagai landasan kunci dalam kehidupan berbudaya serta
bermasyarakat adalah konsep-konsep dasar yang telah dijelaskan di atas, yang
mana meliputi ciri-ciri dari suatu kebudayaan yang bermakna di dalam pola
kehidupan masyarakat manusia seperti tradisi, pengetahuan, lembaga, seni,
bahasa, lambang dan lain-lain yang mencerminkan suatu kebudayaan tersebut.
Untuk mempelajari dan mengembangkan suatu kebudayaan ada hal yang menonjol pada
jenis manusia yaitu, budaya belajar, yang membawa kemajuan yang sangat pesat
pada diri manusia.
B.
SARAN
Budaya belajar, menjadi
landasan pelaksanaan pendidikan yang membawa kemajuan manusia dengan segala
aspek serta unsur kebudayaan bahkan melalui pendidikan ini, segala sesuatu yang
melekat pada diri manusia yang menjadi konsep dasar antropologi itu juga
mengalami pergeseran. Misal adanya pergeseran tradisi, nilai, norma dan
kelembagaan. Yang selanjutnya juga berdampak pada perkembangan dan kemajuan
pengetahuan, ilmu dan teknologi, bahkan juga terjadi pengaruh sebaliknya.
DAFTAR
PUSTAKA